Petugas survey yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (baik pegawai maupun mitra) lebih memilih memperkenalkan diri kepada responden sebagai “petugas sensus’ agar mudah diterima oleh masyarakat. Padahal, hanya ada 3 (tiga) sensus di
Beberapa survey yang rutin diselenggarakan oleh BPS dengan sasaran atau responden berupa rumahtangga antara lain: SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional) yang bertujuan untuk menangkap indikator utama kesejahteraan rakyat seperti : tingkat kemiskinan, pendidikan dan kesehatan; SAKERNAS (Survey Angkatan Kerja Nasional) untuk menangkap indikator ketenagakerjaan seperti jumlah angkatan kerja, tingkat pengangguran, dan jumlah tenaga kerja per sektor atau lapangan usaha; serta SBH (Survey Biaya Hidup) untuk menangkap penimbang masing-masing komoditas dalam penghitungan inflasi di Indonesia. Ketiga survey tersebut secara parsial akan menghasilkan indikator makro utama yaitu : angka kemiskinan, pengangguran dan inflasi.
Bila disandingkan dengan angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang juga dihitung oleh BPS untuk mendapatkan angka pertumbuhan ekonomi regional (PDB untuk nasional); maka diperoleh analisis komperhensif mengenai keadaan sosial ekonomi masyarakat beserta indikator-indikator turunannya. Misal, ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yang bertujuan untuk melihat seberapa besar modal (investasi) yang dibutuhkan untuk menaikkan pendapatan regional; ILOR (Incremental Labor Output Ratio) untuk melihat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja, baik total maupun sektoral; serta IPM (Indeks Pembangunan Manusia) yang dikenal juga dengan HDI (Human Development Index) untuk mengukur kualitas manusia Indonesia. Seluruh survey yang diselenggarakan oleh BPS mengikuti aturan (metodologi) internasional sebab sebagai satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan statistik dasar di RI, data BPS harus dapat dibandingkan dengan data negara lainnya. Bagaimana mungkin misal: HDI, dapat disusun bila konsep yang diterapkan di tiap negara berbeda-beda. Unsur yang dicakup dalam HDI antara lain angka melek huruf, angka harapan hidup, pendapatan perkapita, dan rata-rata lama sekolah.
Kepedulian Responden Rumahtangga
Hasil survey tidak hanya ditentukan oleh bakunya konsep dan metodologi yang digunakan, pelatihan yang memadai, kemampuan enumerator (petugas survey) tapi juga awareness atau kepedulian masyarakat sebagai responden. Dalam kegiatan lapangan beberapa survey yang penulis ikuti, baik di perkotaan maupun daerah terpencil , penolakan demi penolakan bukan hal yang asing.
Misal,untuk menangkap indikator sosial seperti tingkat kemiskinan, pendidikan dan kesehatan, dibutuhkan wawancara hingga hampir 1 jam.Pertanyaan yang diajukan sangat lengkap, mulai dari kuantitas beras yang dikonsumsi dalam 1 minggu terakhir, sayur-sayuran (menurut jenisnya), ikan dan daging (juga menurut jenisnya),konsumsi makanan jadi, bahan bakar, listrik, air dan gas, hingga pengeluaran untuk ‘amplop’ saat pesta perkawinan. Semua ditanya, semua dicatat. Tak jarang responden bertanya mengenai rumitnya kuesioner yang diajukan. Untuk itu petugas survey harus menjelaskan sebaik mungkin. Menyita waktu responden pastinya dan juga melelahkan. Namun, mengingat vitalnya angka yang akan dihasilkan maka menjadi kewajiban warga negara untuk menyokong program pemerintah demi keberhasilan perencanaan pembangunan. Salah satunya yaitu melalui penyediaan data yang akurat.
Selain kepedulian, juga dibutuhkan kejujuran responden. Hal ini terlihat dari kewajaran jawaban. Banyak yang berusaha merendahkan pendapatan, namun meninggikan pengeluaran. Atau banyak yang menjawab tidak tahu, padahal kuesioner telah dibuat sedemikian rupa dengan konsistensi yang jelas.
Hal serupa juga sering ditemukan pada pendataan yang bersifat sosial dengan mengeluarkan data individu seperti dalam penyaluran BLT. Sehingga, dibutuhkan verifikasi dan pengawasan yang intensif untuk memastikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dan tujuan dapat tepat sasaran.
Sensus Penduduk 2010
Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) akan dilaksanakan pada tanggal 1-31 Mei 2010. Seluruh individu akan didata dengan pendekatan rumahtangga, termasuk tuna wisma . Sebelumnya, akan dilakukan pendataan populasi suku terasing seperti Suku Anak Dalam atau Orang Rimba. Dari hasil SP 2010 akan diperoleh profil lengkap kependudukan di
SP 2010 mencakup semua penduduk yang tinggal di wilayah teritorial Indonesia baik Warga Negara Indonesia (WNI) ataupun Warga Negara Asing (WNA),yang bertempat tinggal tetap dan tidak tetap, termasuk anggota korps diplomatik Indonesia di luar negeri. SP 2010 tidak mencakup anggota korps diplomatik Negara asing beserta keluarganya meskipun menetap di
Berbagai keterbatasan menyebabkan Sensus Penduduk tidak dapat diadakan setiap tahun. Negara-negara maju seperti Jepang dan AS saja menyelenggarakan Sensus Penduduk setiap 5 tahun. Namun, perlu diakui bahwa sistem pelaporan penduduk mereka sangat rapi sehingga perubahan jumlah penduduk dapat dipantau secara cermat dalam kurun waktu yang lebih singkat.
Keberhasilan Sensus Penduduk sangat ditentukan oleh kepedulian dan kejujuran masyarakat. Sangat memprihatinkan bila masyarakat menuntut pelayanan prima dari negara, namun memberikan data untuk perencanaan pembangunan saja sangat berat. Bila data yang masuk tidak benar, maka output yang dihasilkan tentu melenceng. Akibatnya, perencanaan pemerintah tidak akan tepat sasaran, sebab sasaran itu sendiri telah bergeser dari kenyataan.